Pengertian secara
harfiah : penggantian Negara.
Suatu keadaan dimana
telah terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan sehingga terjadi semacam
penggantian Negara yang membawa akibat hukum yang sangat kompleks.
Negara “yang digantikan” disebut Predecesor state. Sedangkan Negara yang “menggantikan” disebut successor state. Contohnya : suatu wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah jajahan, kemudian menjadi Negara merdeka baru.
Negara “yang digantikan” disebut Predecesor state. Sedangkan Negara yang “menggantikan” disebut successor state. Contohnya : suatu wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah jajahan, kemudian menjadi Negara merdeka baru.
Predecessor state –nya
adalah Negara yang sebelumnya menguasai wilayah jajahannya itu, sedangkan
successor state-nya adalah Negara merdeka baru itu.
Suatu Negara yang
terpecah-pecah menjadi dua Negara atau lebih Negara baru, sedangkan Negara lama
lenyap. Predecessor state-nya adalah Negara sebelum terpecah-pecahnya Negara yang
telah lenyap itu.
Apakah dengan terjadinya
suksesi Negara itu seluruh hak dan kewajiban Negara yang lama atau Negara yang
digantikan (predecessor state) secara otomatis beralih kepada Negara
(Negara-negara) yang baru atau Negara yang menggantikan (successor state)
?
Masalah suksesi Negara
ini diatur dalam konvensi wina tentang suksesi Negara dalam hubungan dengan
perjanjian internasional 1978.
Ada dua masalah penting
dalam pembahasan suksesi Negara
1. Fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa apa sajakah yang menunjukan telah terjadi suksesi Negara?
1. Fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa apa sajakah yang menunjukan telah terjadi suksesi Negara?
2. Akibat hukumnya
apabila terjadi suksesi Negara?
1) Menurut pendapat para
ahli ada sejumlah fakta atau peristiwa yang menunjukan telah terjadinya suksesi
Negara, yaitu :
a. Penyerapan
(absorption)
b. Pemecahan
(dismemberment)
c. Kombinasi penyerapan
dan pemecahan.
d. Negara-negara merdeka
baru (newly independent states)
e. Bentuk bentuk lain.
a) Penyerapan
(absorption)
Dalam hal ini suatu Negara diserap oleh Negara lain, sehingga terjadi penggabungan dua subjek hukum internasional.
Dalam hal ini suatu Negara diserap oleh Negara lain, sehingga terjadi penggabungan dua subjek hukum internasional.
Contoh : penyerapan kore
oleh jepang pada tahun 1910.
b) Pemecahan (
dismemberment)
Suatu Negara
terpecah-pecah menjadi beberapa Negara-negara yang berdiri sendiri.
Dalam hal ini dapat
terjadi karena keadaan dimana Negara yang lama lenyap sama sekali (misalnya :
uni soviet, cekoslowakia) atau Negara yang lama masih ada tapi wilayahnya
berubah karena sebagian terpecah-pecah menjadi Negara-negara yang berdiri
sendiri.
c) Kombinasi penyerapan dan pemecahan
c) Kombinasi penyerapan dan pemecahan
Suatu Negara pecah menjadi
beberapa bagian dan bagian-bagian itu diserap oleh Negara (atau Negara-negara)
lain.
Contoh :
terpecah-pecahnya polandia 1795 dimana pecahan-pecahannya masing-masing diserap
oleh Russia, Austria dan prusia.
d) Negara Negara merdeka baru
Berbagai wilayah yang
sebelumnya merupakan bagian atau jajahan dari Negara lain memerdekakan diri
menjadi Negara- Negara yang berdaulat.
e) Bentuk-bentuk lain
Pada dasarnya merupakan
penggabungan dua atau lebih subjek hukum internasional (dalam arti Negara)
menjadi satu Negara atau pemecahan satu subjek HI (dalam arti Negara) menjadi
beberapa Negara
2) Konvensi Wina 1978 memerinci adanya 5 bentuk suksesi Negara secara factual yaitu :
1.
Suatu wilayah Negara
yang dalam hubungan internasional menjadi tanggung jawab Negara itu kemudian
berubah menjadi bagian dari Negara itu.
2.
Negara-negara merdeka
baru, yaitu jika successor state beberepa waktu sebelum terjadinya suksesi
Negara merupakan wilayah yang tidak bebas dalam hubungan internasional berada
di bawah tanggung jawab Negara yang digantikan (predecessor state).
3.
Bergabungnya dua
wilayah atau lebih menjadi satu Negara.
4.
Bergabungnya dua
wilayah atau lebih menjadi satu serikat (federal).
5.
Terpecah-pecahnya suatu
Negara menjadi beberapa Negara baru.
Dalam hukum
Internasional dikenal istilah suksesi negara (Succession of State).
Suksesi negara merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan atau pergantian
kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara.
Negara yang digantikan dikenal dengan istitilah Predecessor State,
sedangkan Negara baru yang mucul akibat terjadinya suskesi negara disebut
dengan Successor State. Dalam praktik, akibat hukum yang
ditimbulkan dari terjadinya suksesi negara sangatlah kompleks dan sensitif,
terutama menyangkut pemenuhan hak dan kewajiban Predecessor State yang
timbul dari suatu perjanjian Internasional. Ketentuan mengenai suksesi negara
dalam hukum internasional dapat ditemukan dalam Vienna Convention on
Succession of States in respect of Treaties 1978 atau yang sering
disebut Konvensi Wina 1978. Adapun bentuk – bentuk suksesi negara yang terdapat
dalam Konvensi Wina 1978 yaitu, sebagai berikut:
- Suatu wilayah
negara atau suatu wilayah yang dalam hubungan internasional menjadi
tanggung jawab negara itu kemudian berubah menjadi bagian dari wilayah
negara itu;
- Negara merdeka
baru (newly independent state), yaitu bila negara pengganti yang
beberapa waktu sebelum terjadinya suksesi negara merupakan wilayah yang
tidak bebas yang dalam hubungan internasional berada di bawah tanggung
jawab negara yang digantikan;
- Suksesi negara
yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah atau lebih
menjadi satu negara merdeka;
- Suksesi negara
yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah atau lebih
menjadi menjadi suatu negara serikat; dan
- Suksesi negara
yang terjadi sebagai akibat terpecah-pecahnya suatu negara negara menjadi
beberapa negara baru.
Dalam praktik, suksesi negara dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu,
suksesi universal dan suksesi parsial. Pada bentuk suksesi universal tidak ada
lagi Predecessor State karena seluruh wilayahnya hilang, sedangkan pada bentuk
suksesi parsial Predecessor State-nya masih eksis, tetapai sebagian dari
wilayahnya memisahkan diri menjadi negara merdeka atau bergabung dengan negara
lain.
Akibat
Hukum Terjadinya Suksesi Negara Terhadap KewajibanPredecessor State Yang
Lahir Dari Perjanjian Internasional
Terkait dengan
akibat hukum terjadinya suksesi negara terhadap kewajiban –
kewajiban Predecessor State yang lahir dari perjanjian internasional,
dikenal adanya doktrin Clean Slate. Doktrin tersebut dikemukakan
oleh kelompok newly independent state yang berpendapat
bahwa negara baru (Successor State) dapat melakukan pick
and choose terhadap perjanjian yang dibuat oleh predesessornya. Pada
dasarnya, doktrin tersebut sejalan dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 17
Konvensi Wina 1978 yang menetapkan bahwa perjanjian tidak beralih pada suksesor
kecuali ditentukan lain dalam devolution agreement. Selain itu,
doktrin Clean Slate juga sejalan dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam Pasal 34 Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional
yang memiliki prinsip “Pacta tertiis nec nocunt nec procent” bahwa
perjanjian tidak menimbulkan hak dan kewajiban kepada pihak ke-3 tanpa persetujuannya.
Prinsip yang terkadung dalam ketentuan Konvensi Wina 1969 diatas tidak berlaku
mutlak bagi seluruh jenis perjanjian internasional. Artinya, ada jenis – jenis
perjanjian internasional tertentu yang dikecualikan dari prinsip “Pacta
tertiis nec nocunt nec procent”. Perjanjian internasional yang
dimaksud adalah perjanjian yang masuk dalam kategori dispositive
treaty. Perjanjian Internasional Yang termasuk dalam kategori dispositive
treatymisalnya perjanjian perbatasan, dan perjanjian yang berkaitan
dengan HAM internasional. Dengan demikian, Successor Statetidak
dapat menolak melaksanakan perjanjian – perjanjian Internasional yang
masuk dalam kategori dispositive treaty yang dibuat
serta mengikat Predecessor State.
Perjanjian internasional yang mengatur mengenai perbatasan suatu negara
harus tetap dijaga demi ketertiban dan stabilitas kawasan dan juga hubungan
internasional. Beralihnya perjanjian perbatasan pada suksesor diatur dalam
Pasal 11 Konvensi Wina 1978 yang menetapkan bahwa suksesi negara tidak akan
mempengaruhi :
- A boundary
established by a treaty; or ()
- Obligations and
rights established by a treaty and relating to the regime of a boundary.
Batas yang ditetapkan
oleh perjanjian; atau
Kewajiban dan hak yang
ditetapkan oleh perjanjian dan berkaitan dengan rezim batas.
Selain itu, Pasal 62
ayat (2) Konvensi Wina 1969 juga menetapkan tidak dapat digugatnya perjanjian
perbatasan. Dengan demikianSuccessor State tidak dapat secara
sepihak mengubah perbatasan yang sudah ada. Kalaupun ia ingin mengubah harus
berdasarkan persetujuan pihak-pihak terkait dengan perbatasan
tersebut. Terkait dengan perjanjian internasional mengenai Hak Asasi
Manusia (HAM) Internasional, Successor State dipandang terikat
pada perjanjian tersebut karena Perjanjian HAM mengatur masalah jaminan
diterapkannya standar minimum perlindungan terhadap manusia di suatu tempat.
Akibat
Hukum Suksesi Negara Terhadap Utang Predecessor State
Negara sebagai subjek hukum pada dasarnya dapat pula mengadakan hubungan
hukum yang bersifat privat dengan negara lain maupun dengan suatu organisasi
internasional. Hubungan hukum yang bersifat privat misalnya, suatu negara
sepakat dengan negara lain atau suatu organisasi internasional untuk mengadakan
perjanjian utang piutang maupun bentuk perjanjian lainnya. Dalam konteks
terjadinya suksesi negara, akan timbul permasaahan siapa yang berkewajiban
untuk melaksanakan kewajiban Predecessor State yang lahir dari
perjanjian tersebut. Masalah utang (kewajiban) negara adalah masalah yang
paling sensitif dalam konteks terjadinya suksesi negara, karena akan
timbul potensi kerugian pada pihak ketiga yang berkedudukan sebagai
Kreditor Predecessor State.
Pada umumnya utang negara dapat dibedakan menjadi utang pemerintah pusat
dan utang pemerintah daerah. Dalam hal terjadi suksesi negara dalam bentuk
universal dimana sudah tidak ada lagi Predecessor State karena
terpecah – pecah menjadi negara – negara baru maka, negara – negara
baru yang berkedudukan sebagai Successor State tersebut berkewajiban
untuk membayar utang Predecessor State dengan menggunakan
prinsip pembagian yang adil. Pembagian yang adil tersebut pada umumnya
dengan menyesuaikan:
- Jumlah penduduk
- luas wilayah
- Kekayaan atau
sumber daya alam yang dimiliki masing-masing wilayah
- besarnya pajak
pendapatan yang diperoleh masing-masing wilayah
Dalam hal terjadi
suksesi negara dalam bentuk yang parsial dimana suatu wilayah negara memisahkan
diri dari negara yang menaunginya dengan menjadi negara yang merdeka maupun
bergabung dengan negara lain maka, Successor State berkewajiban
membayar utang – utang daerah yang melepaskan diri tersebut.
Komentar
Posting Komentar